BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Berbicara
mengenai belajar dan pembelajaran adalah berbicara tentang sesuatu yang tidak
pernah berakhir sejak manusia ada dan berkembang di muka bumi sampai akhir
zaman. Belajar adalah proses yang dilakukan dan dialami manusia sejak dari
kandungan, buaian hingga sampai ke liang lahat.
Belajar adalah
sesuatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai intraksi yang
terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang berbnilai edukatif
dikarenakan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan
tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar
merencanakan kegiatan pembelajaran secara sistematis dengan memanfaatkan segala
sesuatunya guna kepentingan pengajaran.
Harapan yang
tidak pernah sirna adalah guru tuntut adalah bagaimana bahan pelajaran yang
disampaikan guru dapat dikuasai oleh anak didik secara tuntas. Ini merupakan
masalah yang cukup sulit yang dirasakan oleh guru. Kesulitan itu dikarenakan
anak didik bukan hanya sebagai individiu dengan segala keunikannya, tetapi
mereka juga sebagai makhluk sosial dengan latar belakang yang berbeda.
Dari fenomena
yang telah ada, maka pemakalah akan membahas tentang “Definisi dan Hakekat
Kegiatan Pembelajaran” agar kita dapat mengetahui tentang definisi atau
pengertian belajar dan pembelajaran agar dapat memahami bagaimana dalam
penerapan dan aplikasinya di lapangan.
B. Batasan Masalah
Adapun masalah-masalah
yang akan kami batasi pada pembahasan makalah ini diantaranya, yaitu :
1. Pengertian
Belajar
2. Ciri-ciri
dan Tujuan belajar
3. Hakikat
Belajar Mengajar
4. Hakikat
Pembelajaran
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui definisi belajar
2. Memahami
ciri dan tujuan dari proses belajar
3. Untuk
mengetahui hakikat belajar mengajar
4. Untuk
mengetahui dan memahami hakikat dari pembelajaran
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pembelajaran
1. Pengertian Belajar
Pengertian
belajar telah mengalami perkembangan secara evolusi, sejalan dengan
perkembangan cara pandang dan pengelaman para ilmuan. Pengertian belajar dapat
didefinisikan sesuai dengan nilai filosofis yang dianut dan pengalaman para
ilmuan atau pakar itu sendiri dalam mengajarkan peserta didiknya. Muhammad Ali
(1987: 10-11) menyatakan, pengertian belajar maupun yang dirumuskan para ahli antara
yang satu dengan yang lainnya terdapat perbedaaan.[1]
Perbedaan ini disebabkan oleh latar belakang pandangan maupun teori yang
dipegang.
Belajar adalah suatu aktifitas atau suatu proses
untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki prilaku,
sikap dan mengokohkan kepribadian. Dalam konteks menjadi tahu atau proses memperoleh
pengetahuan menurut pemahaman sains secara konvensional, kontak manusia dengan
alam diistilahkan dengan pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan
pengetahuan, (knowledge), atau a body of kwnoledge.[2]
Definisi umum dalam pembelajaran sains secara konvensional, dan beranggapan
bahwa pengetahuan sudah terserak di alam, tinggal bagaiman siswa atau
pembelajar bereksplorasi, menggali dan menemukan kemudian memungutnya, untuk
memperoleh pengetahuan.
Setelah lahir teori kognitivisme, definisi pengetahuan
atau menjadi tahu semacam ini mengalami perubahan. Oleh karena itu, didalam
pengalamannya manusia selalu menghadapi sejumlah fenomena atau fakta alami
tertentu, maka pengetahuan pada hakekatnya juga terbangun dari sekumpulan
fakta-fakta, a budle of facts. Oleh
sebab itu tidak berlebihan jika dalam dunia pendidikan berkembang motto:
“pengalaman adalah guru yang paling baik”, experience
is the best teacher, alam berkembang menjadi guru. Konsep ini tentunya
tidak harus dimaknai seolah-olah belajar sekedar penjejalan pengetahuan kepada
siswa, seperti halnya yang dipikirkan dan dipraktikkan oleh mereka yang
berparadigma ekstrem bahwa belajar pada hakekatnya tak harus melalui pengajaran
atau berfokus kepada guru (teacher
centered). Faktanya, tatkala alam berkembang menjadi guru, biasanya manusia
belajar dari alam dengan mengamati, melakukan, mencoba serta menyaksikan
sesuatu proses, tidak sekedar reseptif dan pasif.
2.
Ciri-ciri dan Tujuan Belajar
Sebagaimana
telah dijelaskan diatas bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai setiap
perubahan tingkah laku yang telatif tetap dan terjadi
sebagai hasil latihan atau
pengalaman. Definisi ini mencakup tiga unsur, yaitu;
1) Belajar adalah
perubahan tingkah laku,
2) Perubahan
tingkah laku tersebut terjadi karena latihan atau pengalaman,
3) Perubahan
tingkah laku tersebut relative permanen atau tetap ada untuk waktu yang cukup
lama.
Menurut Gagne (1984), belajar
adalah sebuah proses yang didalamnya suatu organisme berubah prilakunya sebagai
akibat pengalaman.[3]
Dari pengertian tersebut terdapat tiga unsur pokok dalam belajar, yaitu:
a. Proses
Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berfikir dalam merasakan.
Seseorang dikatakan belajar apabila pikiran dan perasaanya aktif . aktivitas
pikiran dan perasaan itu tidak dapat diamati oleh orang lain, tetapi dapat
dirasakan oleh orang yang bersangkutan. Belajar tidak hanya mendengarkan penjelasan
guru, karena belajar dapat dilakukan siswa dengan berbagai cara dan kegiatan,
dengan syarat terjadinya interaksi antar individu dan lingkungan. Misalnya
mengamati demonstrasi yang dilakukan oleh guru, siswa dapat mencoba sendiri,
mendiskusikan dengan teman, melakukan eksperimen, mengerjakan soal dan
sebagainya.
b. Perubahan
Prilaku
Hasil belajar akan tampak pada perubahan prilaku individu yang belajar.
Seseorang yang belajar akan mengalami perubahan prilaku dari akibat atau proses
belajarnya. pengetahuan dan keterampilan bertambah, demikian pula
penguasaan nilai-nilai dan sikap bertambah pula.
c. Pengalaman
Belajar terjadi karena individu berinteraksi dengan
lingkungan , baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik
adalah lingkungan individu, baik dalam bentuk alam sekitar (natural),
maupun dalam bentuk hasil ciptaan manusia (kultural). Adapun lingkungan
sosial siswa, diantaranya guru, orang tua, pustakawan, pemuka masyarakat,
kepala sekolah dan sebagainya.
Belajar merupakan proses internal yang kompleks. Yang terlibat
dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental, yang meliputi ranah
kognitif, afektif dan psikomotorik. Dari segi guru proses belajar tersebut
dapat diamati secara tidak langsung. Artinya proses belajar yang merupakan
proses internal siswa tidak dapat diamati, akan tetapi dapat dipahami oleh
guru. Proses belajar tersebut tampak melalui prilaku siswa mempelajari bahan belajar.
prilaku belajar tersebut
merupakan respon siswa terhadap tindakan mengajar atau tindakan pembelajaran
dari guru.[4]
Penggolongan
atau tingkatan jenis prilaku belajar terdiri dari tiga ranah atau kawasan,
yaitu : (a) ranah kognitif, (Bloom, dkk), yang mencakup enam jenis dan
tingkatan prilaku, (b) ranah afektif (Krthwohl, Bloom dkk), yang mencakup lima
jenis prilaku atau kemampuan psikomotorik. Masing-masing ranah dijelaskan
berikut ini:
1.
Ranah Kognitif (Bloom, dkk), terdiri dari enam jenis
prilaku;
a. Pengetahuan,
mencakup kemampuan ingatan tentang hal-hal yang telah dipelajari dan tersimpan
di dalam ingatan. Pengetahuan tersebut dapat berkenan dengan fakta, pristiwa,
pengertian, kaidah teori, prinsip, atau metode.
b. Pemahaman,
mencakup kemampuan menangkap sari dan makna hal-hal yang dipelajari.
c. Penerapan,
mencakup kemampuan menerapkan metode, kaidah untuk menghadapi masalah yang
nyata dan baru. Prilaku ini misalnya tampak dalam kemampuan menggunakan
prinsip.
d. Analisa,
mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan kedalam bagian-bagian sehingga
sruktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.
e. Sintesis,
mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru, misalnya tampak di dalam
kemampuan menyusun suatu program kerja.
f. Evaluasi,
mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang bebrapa hal berdasarkan criteria
tertentu. Sebagai contoh kemampuan menilai hasil karangan.
2.
Ranah Afektif menurut Krathwohl & Bloom dkk,
terdiri tujuh jenis prilaku yaitu:
a. Penerimaan, yang
mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan hal
tersebut.
b. Partisipasi,
yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan dan berpartisipasi dalam satuan
kegiatan.
c. Penilaian dan
penentuan sikap, yang mencakup penerimaan terhadap suatu nilai, menghargai,
mengakui dan menentukan sikap.
d. Pembentukan pola
hidup, yang mencakup kemampuan menghayati niali, dan membentuknya menjadi pola
nilai kehidupan pribadi.
Jadi, dalam proses ini merupakan proses yang dinamis,
dimana siswa melakukan keaktifan akan dapat secara terus menerus mengembangkan
kemampuan dan kepekaannya untuk mencapai tingkatan-tingkatan kemampuan serta
kepakaan yang lebih tinggi melalui proses belajar yang dilakukan.
3.
Ranah Psikomotor (Simpson), terdiri dari tujuh
kemampuan atau kemampuan motorik yaitu:
a.
Persepsi, yang mencakup kemampuan memilahkan sesuatu
secara khusus. Contoh pemilahan warna, angka (6 dan 9), pemilahan huruf (b dan
d).
b.
Kesiapan, yang mencakup kemampuan menempatkan diri
dalam suatu keadaan dimanaakan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan.
Misalnya start lomba lari.
c.
Gerakan yang terbimbing, mencakup kemampuan melakukan
gerakan tanpa contoh, atau gerakan peniruan. Misalnya meniru geraka tari.
d.
Gerakan terbiasa, mencakup kemampuan melakukan
gerakan-gerakan tanpa contoh. Misalnya melakukan lempar peluru, lompat tinggi
dsb.
e.
Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan
atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap secara lancer, efisien dan
tepat.misalnya bongkar pasang peralatan secara tepat.
f.
Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemempuan
mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan khusus
yang berlaku. Misalnya
kemampuan atau keterampilan bertanding dengan lawan tanding.
g.
Kreatifitas, mencakup kemampuan melahirkan pola-pola
gerak-gerik yang baru atas prakarsa sendiri. Misalnya kemampuan membujat
gerakan senam sendiri.
Adapun ciri-ciri perubahan dalam
pengertian belajar menurut Slameto (1987) meliputi :
1).
Perubahan yang terjadi berlangsung secara sadar, sekurang-kurangnya sadar bahwa
pengetahuannya bertamba, sikapnya berubah, kecakapannya berkembang, dan lain-lain.
2). Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu
dan fungsional.
3). Perubahan belajar bersifat positif dan
aktif.
4). Perubahan dalam belajar bukan bersifat
sementara.
5). Perubahan belajar bertujuan dan terarah.
Perubahan mencakup seluruh aspek
tingkah laku, bukan bagian bagian tertentu secara parsial.[5]
B. Hakekat belajar mengajar
Belajar yang
kita harapkan bukanlah sekedar mendengar, memperoleh atau menyerap informasi
yang disampaikan guru. Belajar harus menyentuh siswa secara mendasar. Belajar
harus dimaknai sebagai kegiatan pribadi siswa dalam menggunakan potensi pikiran
dan nuraninya baik terstruktur maupun tidak terstruktur untuk memperoleh
pengetahuan, membangun sikap dan memiliki keterampilan tertentu.[6]
Dengan demikian
belajar
merupakan
proses perubahan prilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan
kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan,
keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau
pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti pengorganisasian pengalaman belajar,
mengolah kegiatan belajar mengajar, menilai proses, dan hasil belajar,
kesemuanya termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru. Jadi hakekat belajar
adalah perubahan.
Seperti kita ketahui, dewasa ini terjadi
perkembangan yang amat cepat dalam berbagai aspek kehidupan, baik di bidang
politik, ekonomi, kebudayaan, pertahanan, komunikasi dan sebagainya yang
berdampak pada penddikan dan pembelajaran. Dalam kaitan ini UNESCO sesuai
laporannya yang diberi judul Learning:
The Tresure Within (1996) menyampaikan adanya sejumlah tantangan
kontroversional yang harus dihadapi dengan cara menyeimbangkan berbagai tekanan
(tension), yaitu tekanan antara
tuntutan global dan lokal, universal dan individual, pertimbangan jangka
panjang dan jangka pendek, tradisional dengan modern, antara tuntutan spiritual
dengan kebutuhan material, dan sebagainya.[7]
Secara ringkas UNESCO memberikan empat
pilar belajar:
1. Learning to know
Belajar
untuk mengetahui, (learning to know),
berkaitan dengan perolehan, penguasaan
dan pemanfaatan pengetahuan. Belajar untuk mengetahui oleh UNESCO
dipahami sebagai cara dan tujuan dari eksistensi manusia. Hal ini sesuai
dengan penegasan Jacques Delors (1996) sebagai komisi ketua komisi
penyusunan laporan Learning: The Treasure Within, yang menyatakan
adanyya dua manfaat pengetahuan, yaitu pengetahuan sebagai cara, (means)
dan pengetahuan sebagai hasil atau tujuan, (end, sebagai catra hidup,
terkait keniscayaan bahwa manusia memang wajib memahami dunia disekelilingnya,
minimal sesuai dengan pemenuhan kebutuhannya untuk menjadi makhluk yang
berkehormatan dan memiliki percaya diri, mengembangkan keterampilan, serta
berkomunikasi dengan orang lain.
2. Learning to Do
Konsep learning to do ini terkait dengan pernyataan
pokok, bagaimana kita mengadaptasikan pendidikan sehingga mampu membekali siswa
bekerja untuk mengisi berbagai jenis lowongan pekerjaan di masa depan? Dalam
hal ini pendidikan diharapkan mampu menyiapkan siswa berkaitan dengan dua hal. Pertama,
berhubungan dengan ekonomi industry, di mana para pekerja memperoleh upah dari
pekerjaannya. Kedua, yaitu suatu usaha yang kita kenal sebagai
wirausaha, para lulusan sekolah menyiapkan jenis pekerjaannya sendiri dan
menggaji dirinya sendiri (self emplopment), dalam semangat entrepreneurship.
3. Learning to Live Together
Belajar
untuk hidup bersama, mengisyaratkan keniscayaan interaksi berbagai kelompok dan
golongan dalam kehidupan global yang dirasakan semakin menyempit akibat
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi.
Agar
dapat berinteraksi, berkomunikasi, saling berbagi, bekerja sama dan hidup
bersama, saling menghargai dalam kesetaraan, sejak kecil anak-anak sudah harus
dilatih, dibiasakan hidup berdampingan bersama, terlebih di negara indonesia
yang multikultur.[8]
4. Learning to Be
Yakni
belajar untuk menjadi manusia yang utuh, maka dari itu mengharuskan tujuan
pembelajaran yang sedemikian rupa baik rancangan maupun mengimplementasikannya
terhadap siswa sehingga dapat mencapai manusia yang utuh.
Manusia
yang utuh adalah manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang secara
optimal dan seimbang, baik aspek ketaqwaan terhadap Tuhan, intelektual, emosi,
sosial, fisik, maupun moral.
C. Hakikat Pembelajaran
Istilah pembelajaran
merupakan perkembangan dari istilah pengajaran. Pembelajaran adalah upaya yang
dilakukan oleh seorang guru atau yang lain untuk membelajarkan siswa yang
belajar.[9]
Secara garis besar, ada 4 pola
pembelajaran. Pertama, pola pembelajaran guru dengan siswa tanpa
menggunakan alat bantu atau bahan pembelajaran dalam bentuk alat raga. Kedua,
pola (guru+alat bantu) dengan siswa, ketiga, pola (guru)+(media)
dengan siswa. Keempat, pola media dengan siswa atau pola pembelajaran
jarak jauh menggunakan media atau bahan pembelajaran yang disiapkan.
Berdasarkan pola-pola pembelajaran
diatas, maka pembelajaran bukan hanya sekedar mengajar dengan pola satu, akan
tetapi lebih dari pada itu seorang guru harus mampu menciptakan proses
pembelajaran yang bervariasi.
Menurut paham konvensional,
pembelajaran diartikan sebagai bantuan kepada anak didik yang dibatasi pada
aspek intelektual dan keterampilan. Unsur utama dari pembelajaran adalah
pengalaman anak sebagai seperangkat event sehingga terjadi proses belajar.[10]
Sedangkan Aliran behavioristik
mengemukakan bahwa pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang
diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulus. Adapun aliran kognitif
mendifinisikan pembelajaran sebagai cara guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berfikir agar mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari. Dan
humanistik mendeskripsikan pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada si
pelajar untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan
minat dan kemampuannya.[11]
Dari beberapa pendapat diatas, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran
merupakan suatu proses yang dilakukan secara berkesinambungan yang melibatkan
dua unsur utama yakni guru dan siswa.
[1]Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana.
2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT. Refika Aditama, hlm. 5
[2]Suyono
dan Hariyanto. 2011. Belajar dan
Pembelajaran.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, hlm. 9
[3]Wina Sanjaya, 2008. Strategi
Pembelajaran; Berorentasi setandar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hlm. 26
[5]Prof.
Pupuh Fathurrohman, M.Sobry Sutikno, M.Pd. Strategi Belajar Mengajar, Bandung:
PT. Refika Aditama, 2011, Hlm. 10, Cet. Ke 5.
[8]Ibid,..
Hlm . 31-33
[9]Dr.
Aan Hasanah, M.Ed, Pengembangan Profesi Keguruan, Pustaka Setia:
Bandung, 2012, Hlm. 85
[10]Ibid,..
Hlm. 86
[11]Ibid,..
Hlm. 87
Tidak ada komentar:
Posting Komentar